07 September 2011

JANDA TUA DI GUBUK TAK BERJENDELA

Jika di antara Anda ada yang sulit menangis, tak bisa
menitikkan air mata, dan sudah terlalu lama kelopak
mata Anda kering tak terbasahi air mata sendiri,
datanglah ke Kampung Pugur, Desa Lengkong Kulon,
Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang. Carilah
rumah Ibu Laeni, janda berusia 64 tahun yang tinggal
di sebuah gubuk berdinding bilik seluas 5x7 meter.
Bangunan beralas tanah tak berpenerangan itu memiliki
jendela, namun tak ada penutup jendela sehingga angin
maupun cipratan air hujan leluasa masuk ke dalamnya.

Di dalam gubuk tersebut, tinggallah Ibu Laeni, seorang
janda tua yang ditemani dua anak gadisnya, Neneng dan
Jumriah. Neneng, sang kakak berusia 26 tahun, belum
menikah dan tak bekerja. Neneng menderita gizi buruk
sejak kecil, sedangkan Jumriah sang adik menjanda
justru setelah memiliki 2 (dua) putra. Jadi, terdapat
2 janda dan seorang pesakitan di rumah tersebut,
ditambah 2 anak kecil yang belum mengerti apa-apa.

Sehari-hari, Ibu Laeni, Neneng, dan Jumriah beserta 2
anaknya hanya berharap belas kasihan para tetangganya
untuk bisa mendapatkan makan. Bila malam tiba, kadang
mereka harus menjalani sepanjang malam tak
berpenerangan, beruntung bila ada tetangga yang datang
membawa setitik lilin yang hanya mampu bertahan tak
lebih dari satu jam. Selebihnya, seisi gubuk pun
kembali gulita.

Neneng yang menderita gizi buruk sering sakit-sakitan.
Untuk wanita seusianya, seharusnya berperawakan besar
dan tinggi, namun ia lebih mirip remaja baru tumbuh
yang terhambat pertumbuhannya. Kemiskinan yang dialami
keluarganya, membuat Neneng semakin menderita.
Ternyata, tak hanya balita yang menderita gizi buruk,
bahkan wanita dewasa seperti Neneng pun mengalaminya.
Sang adik, Jumriah tak kalah menderita. Entah apa
kesalahan yang dibuatnya sehingga sang suami tega
meninggalkan ia bersama dua buah hatinya. Padahal, dua
anak hasil pernikahannya itu sangat membutuhkan kasih
sayang, perhatian dan perlindungan seorang Ayah. Sang
suami yang diharapkan menjadi tulang punggung
menghilang tanpa jejak. Jumriah pun tak pernah sanggup
menjawab pertanyaan dua anaknya, "Mana bapak, bu...?"

Laeni tak pernah berharap hidup semenderita saat ini,
ia pun tak pernah meminta diberikan umur panjang jika
harus terus menjadi beban orang lain. Tapi ia masih
punya iman untuk tak mengakhiri hidupnya dengan
jalannya sendiri, selain itu wanita tua itu tak pernah
tega meninggalkan dua anak dan dua cucunya yang tak
kalah menderitanya. Baginya, anak-anak dan cucunya
adalah harta berharga yang masih dimilikinya.

Gubuk berdinding yang sebagian atapnya rusak itu, di
musim hujan air leluasa masuk, disaat terik matahari
bebas menerobos. Tak ada barang berharga di dalamnya,
hanya kompor dekil yang sering tak terpakai lantaran
tak ada bahan makanan yang dimasak. Mereka menyebutnya
rumah, tapi siapapun yang pernah melihatnya, menyebut
gubuk pun masih jauh dari pantas. Tetapi di dalamnya,
ada dua janda, satu pesakitan, dan dua anak kecil yang
terus menerus menunggu belas kasihan.

(BayuGawtama/EraMuslim/28Feb2006)

Template by : kendhin x-template.blogspot.com